SUARAMASJID.com|Jakarta–rnews–Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) menggelar Silaturahim Keluarga Besar Dewan Da’wah. Acara yang diikuti ratusan pengurus dan anggota Dewan Da’wah ini berlangsung di Aula Masjid Al Furqan, Kompleks DDII, Jl Kramat Raya 45, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (29/07/2017).
Hadir dalam silaturahim bertajuk “Memperkokoh Ukhuwah, Membangun Sinergi Menuju Kebangkitan Ekonomi Umat” ini sejumlah tokoh senior Dewan Da’wah seperti KH A Cholil Ridwan, Dr H Muchtar Luthfi, KH Syuhada Bahri, KH Abbas Aula, Ustaz Oma Rahmad Rasyid, dan sejumlah tokoh lainnya. Bertindak sebagai penceramah mantan Ketua BAZNAS Prof Dr KH Didin Hafiduddin.
Ketua Umum DDII, Mohammad Shiddik, dalam sambutannya menyinggung beragam persoalan yang dihadapi oleh umat dewasa ini. Baik persoalan umat Islam dalam negeri, mulai dari soal Perppu Ormas hingga ke soal ekonomi umat, sampai persoalan umat Islam Internasional, seperti Rohingya, Xinjiang dan Kashmir.
Shiddik juga mengingatkan, pendirian DDII oleh mantan Perdana Menteri Mohammad Natsir dan kawan-kawan pada 1967 sialam adalah untuk menyelesaikan hal-hal yang tidak bisa diselesaikan dengan politik. Seperti diketahui, M Natsir dan kawan-kawannya adalah para politisi mantan pemimpin Partai Islam Masyumi yang legendaris itu.
Dewan Da’wah, kata Shiddik, juga didirikan oleh tokoh-tokoh dengan beragam latar belakang. Ada yang berasal dari Muhammadiyah, Persis, dan juga NU. “Karena itu cara beribadahnya pun di Dewan Da’wah juga beragam,” kata Shiddik.
Karena sejarahnya yang cukup panjang, Shiddik mengatakan, selama ini ada anggapan jika sebuah persoalan sudah disepakati NU dan Muhammadiyah, maka selesailah masalah itu. “Ingat, ada ormas ketiga. Kita bisa katakan Dewan Da’wah adalah ormas ketiga setelah NU dan Muhammadiyah,” katanya.
Sementara itu, Pembina Dewan Da’wah KH A Cholil Ridwan, dalam pidatonya mengingatkan tentang menyatunya Islam, dakwah dan politik. Islam, kata Kyai Cholil, tidak dapat dipisahkan dari politik, ekonomi, muamalah, dan dakwah. Karena itu ia menyarankan agar anggota Dewan Da’wah sebagai individu ikut terjun dalam politik dengan aktif di partai politik Islam yang ideologis.
“Ingat pesan Pak Nasir, kalau kita tidak masuk politik kita akan dilindas oleh para pelaku politik,” katanya.
Soal partai yang bisa dimasuki kader Dewan Da’wah, Kyai Cholil menyebut bisa Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). “Atau kita bisa dirikan partai politik baru yang Islami dan ideologis,” kata kyai alumni Gontor dan Universitas Islam Madinah ini.
Sebelum menyampaikan pidatonya, Kyai Cholil memandu penggalangan dana untuk membantu umat Islam di Palestina. Dimulai dari dirinya yang mengeluarkan uang cash ke sebuah kotak infak, ia lalu meminta semua yang hadir untuk menyebutkan jumlah infaknya. Bukan hanya itu, panitia juga melelang miniatur Masjid Al Aqsha yang dibawa langsung oleh seorang Syaikh dari Palestina. Di akhir acara, diumumkan infak untuk Palestina terkumpul sekitar Rp87 juta.
Kyai Cholil sedianya akan membacakan pidato sambutan Ketua Dewan Pembina DDII Prof AM Saefuddin yang berhalangan hadir. Namun, karena pidato tertulis itu enam lembar dan tidak memungkinkan untuk dibaca, ia hanya menyampaikan pokok-pokok pikirannya saja.
“Saya berterima kasih kepada Dewan Da’wah. Saya tidak pernah membesarkan Dewan Da’wah, tetapi saya dibesarkan Dewan Da’wah,” ungkap dia.
Kyai Cholil menyebut, upaya Dewan Da’wah membesarkan dirinya itu antara lain karena sebagai pimpinan DDII ia akhirnya diangkat menjadi Ketua MUI Pusat selama dua periode, 2005 hingga 2015. Demikian pula dengan pembangunan Pesantren Husnayain yang ia pimpin juga berdiri atas bantuan Dewan Da’wah. [FR]