SUARA MASJID | Surabaya–Dibangun sebagai simbol akulturasi budaya dan persatuan yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, membuat Masjid Cheng Hoo Surabaya menjadi salah satu infrastruktur religi yang begitu istimewa.
Nama masjid yang didirikan oleh komunitas Tionghoa ini diangkat dari nama seorang panglima angkatan laut asal Tiongkok, yakni Laksamana Cheng Hoo atau Zhang He. Selain sebagai panglima, ia juga dikenal sebagai seorang penjelajah muslim.
Perwira dari Kerajaan Yong Le dari Dinasti Ming di Yunnan, Tiongkok ini, pernah memimpin armada terbesar sepanjang sejarah dengan mengerahkan 200 kapal dalam ekspedisi mencari daerah baru di Nusantara pada abad ke-15.
Pada 2001 silam, masjid ini dibangun oleh komunitas Tionghoa muslim di Surabaya yang tergabung dalam Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) di bawah Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia Jawa Timur. Lokasinya di Jalan Gading No. 2, Ketabang, Kecamatan Genteng, Surabaya.
“Masjid ini mulai dibangun tahun 2001 dan selesai pada 13 Oktober 2002. Masjid ini diresmikan oleh Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar pada 28 Mei 2003, batu peresmiannya ada depan masjid pas itu,” ungkap Muhammad Ishaq, muadzin Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya, Jumat (19/1), seperti yang dikutip Radar Surabaya (JawaPos Grup), pada Sabtu (20/1).
Sekilas, Masjid Cheng Hoo ini mirip dengan bangunan kelenteng yang merupakan rumah ibadah warga Tionghoa. Warnanya yang dominan merah dengan kubah/atap bersusun/bertingkat mirip vihara.
Diketahui, masjid Cheng Hoo pertama di Indonesia ini didesain oleh arsitek bernama Ir Abdul Aziz, seorang tokoh PITI dari Bojonegoro.
Bangunannya sendiri berbentuk delapan sisi yang melambangkan Pat Kwa (keberuntungan atau kejayaan dalam bahasa Tiongkok).
Luas bangunan utamanya berukuran 11 x 9 meter persegi, yang sarat akan makna dan penuh simbolisasi.
Angka sebelas (11) dimaknai sebagai ukuran ka’bah di Mekkah saat baru dibangun dan angka sembilan (9) melambangkan jumlah Wali Songo.
Masjid ini juga disebut-sebut sangat mirip dengan masjid kuno Niu Jie di Beijing, Tiongkok, yang berdiri sekitar tahun 996 Masehi.
Langgam Niu Jie yang diterapkan di Masjid Cheng Hoo ini terlihat jelas pada bagian puncak, atap utama, mahkota masjid, dan pintu masuk yang menyerupai sebuah pagoda.
Gabungan antara bangunan masjid dengan arsitektur khas Tiongkok yang dihiasi kaligrafi bercorak Islam di dinding-dindingnya, menciptakan desain yang harmonis sekaligus mencerminkan integrasi unik antara budaya Tionghoa dan Islam.
Tak hanya menjadi pusat peribadatan kaum muslim Tionghoa di Surabaya, Masjid Cheng Hoo juga diketahui sering digunakan sebagai tempat pendidikan dan pengenalan seni dan kultur Tionghoa.
Beberapa fasilitas yang disediakan di masjid ini, diantaranya perlengkapan ibadah, tempat wudhu, tempat penitipan sepatu/sandal, taman bermain, toko souvenir, klinik akupuntur, lahan basket, gedung serbaguna hingga tempat pendidikan mulai tingkat PAUD /TK/SD.
Untuk diketahui, hingga saat ini, di Indonesia sudah berdiri sekitar 15 Masjid Cheng Hoo.
Di Jawa Timur sendiri, Masjid Cheng Hoo antara lain berdiri di Surabaya, Pandaan (Pasuruan), Jember dan Banyuwangi.
Dan masjid Cheng Hoo di Surabaya lah yang menjadi masjid pertama Tionghoa di Indonesia. [fath]