SUARA MASJID | Pandeglang–Bercerita Sejarah Islam di Banten tak lepas dengan masjid tua yang ada di kaki Gunung Karang, tepatnya di Kampung Pasir Angin Kelurahan Pagerbatu Kecamatan Majasari Kabupaten Pandeglang. Dialah Masjid Baitul Arsy atau juga Masjid Pasir Angin.
Masjid berkontruksi bangunan kayu ini berukuran kurang lebih 13×10 meter dan nampak masih berdiri kokoh hingga saat ini. Masjid ini berjarak 7 kilometer dari Kota Pandeglang. Aksesnya mudah dijangkau.
Masjid ini memiliki atap berundak terdapat ornamen terbuat dari gerabah, lantai yang beralas papan kayu dan terdapat kolong dibawahnya serta tangga (golodog). Dibagian dalam terdapat beberapa tiang penyangga yang terbuat dari kayu, dua ruang yang menghadap kiblat, satu untuk imam sholat dan satu ruang untuk khotib.
Di puncak atap terdapat memolo bertumpang tiga. Dahulunya penutup atap bukan menggunakan genteng tetapi dari jerami. Bentuknya berupa bangunan panggung dengan ketinggian dari tanah hingga lantai masjid ± 73 cm. Sedangkan ketinggian dari lantai kayu hingga puncak atap yakni ± 6,45 m.
Bagian dalam bangunan terdapat mihrab berdenah persegi panjang dan mimbar yang berada di sisi barat. Di kanan dan kiri mihrab dan mimbar terdapat ruangan penyimpanan. Jendela ruangan berjumlah 6 buah, terdiri dari 3 jendela di sisi utara dan 3 jendela di sisi selatan.
Jendela-jendela ini menggunakan jeruji kayu dengan dua daun jendela. Di masing-masing sisi ini pun terdapat 1 pintu kayu dengan bentuk pelengkungan. Kedua pintu ini merupakan pintu menuju ruang wudhu yang berada di utara dan selatan masjid.
Sisi timur merupakan pintu penghubung antara bangunan yang terbuat dari kayu dengan bangunan dari beton. Di sisi kiri dan kanan pintu penghubung ini terdapat pula pintu kayu dengan dua daun pintu (berbentuk seperti pintu gebyok), namun keduanya tidak bisa digunakan lagi karena terhalang oleh dinding bangunan masjid baru. Mungkin dahulunya pintu ini adalah pintu utama menuju ke dalam masjid sebelum adanya penambahan bangunan baru. Di sudut tenggara ruangan, dipergunakan sebagai tempat shalat bagi perempuan.
Lantai masjid terbuat dari kayu yang saat ini ditutupi oleh karpet warna hijau. Atap masjid ditopang oleh 10 tiang penyangga atap. Empat tiang di antaranya berada di tengah ruangan dan enam lainnya sebagai tiang pendukung.
Di bagian atap antara empat tiang penyangga utama, terdapat papan kayu berbentuk persegi (seperti plafon). Bagian ini dapat digunakan sebagai tempat untuk beriktikaf atau mengumandangkan azan. Di bagian luar bangunan sisi selatan, menggantung sebuah bedug yang ditabuh pada saat azan hendak dikumandangkan.
Berdasarkan cerita penduduk setempat, tidak ada yang tahu pasti kapan masjid ini dibangun. Namun, dahulunya di masa penjajahan Belanda, masjid yang terbuat dari kayu ini digunakan oleh masyarakat sebagai tempat berkumpul guna menentukan strategi untuk melawan penjajahan.
Konon, masjid ini merupakan salah satu peninggalan syeh Karan, ia merupakan wali sekaligus guru ulama jaman dulu di wilayah Banten yang paling tua. Banyak ulama yang ada di Banten datang ke masjid ini. Bahkan adapula masyarakat lain diluar daerah yang sengaja untuk mengetahui serta sekaligus ziarah ke makam penyebar Islam Banten ini.
Adapun penamaan masjid ‘Baitul Arsyi’, menurutnya diambil dari Arab bisa diartikan ‘tempat ibadah di puncak/diatas’, hal ini juga tentunya sesuai dengan toponomi karena daerah ini termasuk didaratan tinggi diantara wilayah lainnya yang ada di Kabupaten Pandeglang.
Kurang lebih 800 meter dari masjid tersebut, terdapat makam yang sering didatangi oleh para ziarah kubur dari berbagai kota, diantaranya yaitu makan syeh Karan dan makam syeh Rako.
Masjid ini menjadi salah satu cagar budaya karena memiliki unsur sejarah peradaban Islam di Pandeglang Banten. Sampai saat ini masjid tersebut masih terjaga dan terawat keasliannya oleh masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Pandeglang. [fat]