JAKARTA-SM. Tulisan kaligrafi Arab terpampang dengan indah di pintu masuk Masjid Al-Ikhlas. Kaligrafi dibentuk melengkung menyesuaikan dengan ornamen tembok. Ukirannya yang khas membuat aksen kaligrafi semakin kuat. Di belakang ukiran kaligrafi, terdapat tempat wudhu dan tangga menuju lantai dasar.
Masjid Al-Ikhlas berdiri tahun 1970-an. Letaknya berada di lantai dasar belakang kantor Bank Dagang Negara waktu itu. Saat awal berdiri, desain masjid tidak seindah sekarang. Desain masjid menyesuaikan dengan bentuk kantor yang kaku. Luasnya pun tak sebesar sekarang. Dulu, luasnya hanya seperti mushola.
Tahun 1993, Bank Dagang Negara mengalami merger. Sebanyak 300 karyawannya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Sesuai dengan kondisi saat itu, masjid pun berubah kepengurusan, kini berada di bawah Bank Syariah Mandiri (BSM).
Perubahan kepemilikan gedung, membuat desain dan luasan masjid ikut berubah. Perubahan terjadi tahun 1994. Lahan yang dulunya gudang diubah menjadi masjid. Kini luasan Masjid Al-Ikhlas mencapai 700 meter yang dibagi ke dalam dua bagian. Satu bagian untuk jamaah laki-laki dan sebagian lagi diperuntukkan bagi jamaah perempuan.
Masjid ini juga memberikan beragam kegiatan syiar Islam dalam bentuk pengajian. Banyak jamaah yang belajar mengaji dan menggelar ceramah. Dari Dzuhur sampai Isya saat hari kerja, DKM menggelar shalat berjamaah.
Berbeda dengan masjid yang berada di perkantoran lainnya, Masjid Al-Ikhlas dikelola oleh masjid itu sendiri. Beberapa masjid perkantoran biasanya diatur oleh kantor, sedangkan masjid ini mengelola sendiri. Bahkan pengurus DKM dan ustadz yang mengajar ngaji di masjid ini bukan karyawan BSM.
Untuk meningkatkan kecintaan karyawan terhadap masjid, pengurus DKM banyak meggelar acara keagamaan disamping acara yang rutin. Selain itu, bagi mereka yang ingin belajar ngaji, tinggal mendatangi ustadz, yang setiap sholat berjamaah selalu hadir di masjid. [fathur]